|
UUD 1945 disahkan sebagai undang-undang dasar negara oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. Sejak tanggal 27 Desember 1949, di Indonesia berlaku Konstitusi RIS, dan sejak tanggal 17 Agustus 1950 di Indonesia berlaku UUDS 1950. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 kembali memberlakukan UUD 1945, dengan dikukuhkan secara aklamasi oleh DPR pada tanggal 22 Juli 1959.
Pada kurun waktu tahun 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan (amandemen), yang mengubah susunan lembaga-lembaga dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia.
Naskah Undang-Undang
Dasar 1945
Sebelum dilakukan Perubahan, UUD 1945 terdiri
atas Pembukaan, Batang Tubuh (16 bab, 37 pasal, 65 ayat (16 ayat berasal dari
16 pasal yang hanya terdiri dari 1 ayat dan 49 ayat berasal dari 21 pasal yang
terdiri dari 2 ayat atau lebih), 4 pasal Aturan Peralihan, dan 2 ayat Aturan
Tambahan), serta Penjelasan.Setelah dilakukan 4 kali perubahan, UUD 1945 memiliki 20 bab, 37 pasal, 194 ayat, 3 pasal Aturan Peralihan, dan 2 pasal Aturan Tambahan.
Dalam Risalah Sidang Tahunan MPR Tahun 2002, diterbitkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Dalam Satu Naskah, Sebagai Naskah Perbantuan dan Kompilasi Tanpa Ada Opini.
Sejarah
Sejarah Awal
Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (BPUPKI) yang dibentuk pada tanggal 29 April 1945 adalah badan yang
menyusun rancangan UUD 1945. Pada masa sidang pertama yang berlangsung dari
tanggal 28 Mei hingga 1 Juni 1945, Ir. Soekarno menyampaikan gagasan tentang
"Dasar Negara" yang diberi nama Pancasila. Pada tanggal 22 Juni 1945,
38 anggota BPUPKI membentuk Panitia Sembilan yang terdiri dari 9 orang untuk
merancang Piagam Jakarta
yang akan menjadi naskah Pembukaan UUD 1945. Setelah dihilangkannya anak
kalimat "dengan kewajiban menjalankan syariah Islam bagi
pemeluk-pemeluknya" maka naskah Piagam Jakarta menjadi naskah Pembukaan
UUD 1945 yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Pengesahan UUD 1945 dikukuhkan oleh Komite
Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang bersidang pada tanggal 29 Agustus 1945.
Naskah rancangan UUD 1945
Periode berlakunya UUD
1945 18 Agustus 1945- 27 Desember 1949
Dalam kurun waktu 1945-1950, UUD 1945 tidak
dapat dilaksanakan sepenuhnya karena
Periode berlakunya
Konstitusi RIS 1949 27 Desember 1949 - 17 Agustus 1950
Pada masa ini sistem pemerintahan bentuk pemerintahan dan bentuk negaranya federasi yaitu negara yang didalamnya terdiri dari negara-negara bagian yang masing masing negara bagian memiliki kedaulatan sendiri untuk mengurus urusan dalam negerinya.
] Periode UUDS 1950 17 Agustus
1950 - 5 Juli 1959
Pada periode UUDS 50 ini diberlakukan sistem
Demokrasi Parlementer yang sering disebut Demokrasi Liberal. Pada periode ini
pula kabinet selalu silih berganti, akibatnya pembangunan tidak berjalan
lancar, masing-masing partai lebih memperhatikan kepentingan partai atau
golongannya. Setelah negara RI dengan UUDS 1950 dan sistem Demokrasi Liberal
yang dialami rakyat Indonesia selama hampir 9 tahun, maka rakyat Indonesia
sadar bahwa UUDS 1950 dengan sistem Demokrasi Liberal tidak cocok, karena tidak
sesuai dengan jiwa Pancasila dan UUD 1945. Akhirnya Presiden menganggap bahwa
keadaan ketatanegaraan Indonesia membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa dan
negara serta merintangi pembangunan semesta berencana untuk mencapai masyarakat
adil dan makmur; sehingga pada tanggal 5 Juli 1959 mengumumkan dekrit mengenai
pembubaran Konstituante dan berlakunya kembali UUD 1945 serta tidak berlakunya
UUDS 1950
Periode kembalinya ke
UUD 1945 5 Juli 1959-1966
Perangko "Kembali ke UUD
1945" dengan nominal 50 sen
Karena situasi politik pada Sidang Konstituante
1959 dimana banyak saling tarik ulur kepentingan partai politik sehingga gagal
menghasilkan UUD baru, maka pada tanggal 5 Juli 1959,
Presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang
salah satu isinya memberlakukan kembali UUD 1945 sebagai undang-undang dasar,
menggantikan Undang-Undang Dasar Sementara 1950 yang
berlaku pada waktu itu.Pada masa ini, terdapat berbagai penyimpangan UUD 1945, di antaranya:
- Presiden mengangkat
Ketua dan Wakil Ketua MPR/DPR dan MA serta Wakil Ketua DPA menjadi Menteri
Negara
- MPRS menetapkan Soekarno
sebagai presiden seumur hidup
- Pemberontakan
Partai Komunis Indonesia melalui Gerakan 30 September Partai Komunis
Indonesia
Periode UUD 1945 masa
orde baru 11 Maret 1966- 21 Mei 1998
Pada masa Orde Baru (1966-1998), Pemerintah menyatakan
akan menjalankan UUD 1945 dan Pancasila secara murni dan konsekuen.Pada masa Orde Baru, UUD 1945 juga menjadi konstitusi yang sangat "sakral", di antara melalui sejumlah peraturan:
- Ketetapan MPR Nomor
I/MPR/1983 yang menyatakan bahwa MPR berketetapan untuk mempertahankan UUD
1945, tidak berkehendak akan melakukan perubahan terhadapnya
- Ketetapan MPR Nomor
IV/MPR/1983 tentang Referendum yang antara lain menyatakan bahwa bila MPR
berkehendak mengubah UUD 1945, terlebih dahulu harus minta pendapat rakyat
melalui referendum.
- Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1985 tentang Referendum, yang merupakan pelaksanaan TAP MPR Nomor
IV/MPR/1983.
Periode 21 Mei 1998- 19
Oktober 1999
Pada masa ini dikenal masa transisi. Yaitu masa
sejak Presiden Soeharto digantikan oleh B.J.Habibie sampai dengan lepasnya
Provinsi Timor Timur dari NKRI.
Periode UUD 1945
Amandemen
Salah satu tuntutan Reformasi 1998 adalah
dilakukannya perubahan (amandemen) terhadap UUD 1945. Latar belakang tuntutan
perubahan UUD 1945 antara lain karena pada masa Orde Baru, kekuasaan tertinggi
di tangan MPR
(dan pada kenyataannya bukan di tangan rakyat), kekuasaan yang sangat besar
pada Presiden, adanya pasal-pasal yang terlalu "luwes" (sehingga
dapat menimbulkan multitafsir), serta kenyataan rumusan UUD 1945 tentang
semangat penyelenggara negara yang belum cukup didukung ketentuan konstitusi.Tujuan perubahan UUD 1945 waktu itu adalah menyempurnakan aturan dasar seperti tatanan negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi dan negara hukum, serta hal-hal lain yang sesuai dengan perkembangan aspirasi dan kebutuhan bangsa. Perubahan UUD 1945 dengan kesepakatan di antaranya tidak mengubah Pembukaan UUD 1945, tetap mempertahankan susunan kenegaraan (staat structuur) kesatuan atau selanjutnya lebih dikenal sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta mempertegas sistem pemerintahan presidensiil.
Dalam kurun waktu 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan (amandemen) yang ditetapkan dalam Sidang Umum dan Sidang Tahunan MPR:
- Sidang Umum MPR 1999,
tanggal 14-21 Oktober 1999 → Perubahan
Pertama UUD 1945
- Sidang Tahunan MPR 2000,
tanggal 7-18 Agustus 2000 → Perubahan
Kedua UUD 1945
- Sidang Tahunan MPR 2001,
tanggal 1-9 November 2001 → Perubahan
Ketiga UUD 1945
- Sidang Tahunan MPR 2002,
tanggal 1-11 Agustus 2002 → Perubahan
Keempat UUD 1945
Referensi
1.
^ http://asnic.utexas.edu/asnic/countries/indonesia/ConstIndonesia.html
Constitution of Indonesia
[1. MPR- SEBELUM AMANDEMEN
WEWENANG
- membuat putusan-putusan
yang tidak dapat dibatalkan oleh lembaga negara yang lain, termasuk
penetapan Garis-Garis Besar Haluan Negara yang pelaksanaannya ditugaskan
kepada Presiden/Mandataris.
- Memberikan penjelasan
yang bersifat penafsiran terhadap putusan-putusan Majelis.
- Menyelesaikan pemilihan
dan selanjutnya mengangkat Presiden Wakil Presiden.
- Meminta pertanggungjawaban
dari Presiden/ Mandataris mengenai pelaksanaan Garis-Garis Besar Haluan
Negara dan menilai pertanggungjawaban tersebut.
- Mencabut mandat dan
memberhentikan Presiden dan memberhentikan Presiden dalam masa jabatannya
apabila Presiden/mandataris sungguh-sungguh melanggar Haluan Negara
dan/atau Undang-Undang Dasar.
- Mengubah undang-Undang
Dasar.
- Menetapkan Peraturan
Tata Tertib Majelis.
- Menetapkan Pimpinan
Majelis yang dipilih dari dan oleh anggota.
- Mengambil/memberi
keputusan terhadap anggota yang melanggar sumpah/janji anggota.
- SESUDAH
AMANDEMEN
WEWENANG
- Menghilangkan supremasi
kewenangannya
- Menghilangkan
kewenangannya menetapkan GBHN
- Menghilangkan
kewenangannya mengangkat Presiden (karena presiden dipilih secara langsung
melalui pemilu)
- Tetap berwenang
menetapkan dan mengubah UUD.
- Melantik presiden
dan/atau wakil presiden
- Memberhentikan Presiden
dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya
- Memilih Wakil Presiden
dari dua calon yang diusulkan oleh Presiden dalam hal terjadi kekosongan
Wakil Presiden
- Memilih Presiden dan
Wakil Presiden dari dua pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang
diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan
calon Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan
kedua dalam Pemilu sebelumnya sampai berakhir masa jabatannya, jika
Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak
dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan.
- MPR tidak lagi memiliki
kewenangan untuk menetapkan GBHN
- SEBELUM
AMANDEMEN
WEWENANG
- Memberikan persetujuan
atas RUU yang diusulkan presiden.
- Memberikan persetujuan
atas PERPU.
- Memberikan persetujuan
atas Anggaran.
- Meminta MPR untuk
mengadakan sidang istimewa guna meminta pertanggungjawaban presiden.
- Tidak disebutkan bahwa
DPR berwenang memilih anggota-anggota BPK dan tiga hakim pada Mahkamah
Konstitusi.
- SESUDAH
AMANDEMEN
WEWENANG
- Membentuk Undang-Undang
yang dibahas dengan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama
- Membahas dan memberikan
persetujuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
- Menerima dan membahas
usulan RUU yang diajukan DPD yang berkaitan dengan bidang tertentu dan
mengikutsertakannya dalam pembahasan
- Menetapkan APBN bersama
Presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPD
Tidak ada komentar:
Posting Komentar